Kala ribuan
hujan mengusik langit yang tenang.
Ia jatuh
pada jalan-jalan dan tubuh-tubuh.
Tubuhku,
Tubuhmu.
Kita
berteduh pada dinding-dinding basah.
Hujan membuat
kita kuyup, dari ujung kaki hingga ujung tubuh lainnya.
Namun matamu
membuat hangat dari segala dingin yang merasuk.
Kala malam hadir sebagai sendu.
Tak ada lagi
yang tabu.
Termasuk memelukmu.
Kala senja melengkung
murung tertutup mendung yang menderu,
Angin menghembuskan
gigil yang merdu.
Pada hujan malam rabu, aku tak ingin ia cepat berlalu.
Biarkan
tubuhku merasa hangat pada peluk yang terakhir sebelum waktu membangunkan kita
untuk pulang dan kembali merindu.
Jakarta,
14 Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar