370hari

Aku tidak ingin hadir sebagai seorang yang singgah. Sementara

lalu kembali bermuara dengan kapal lain. Menciptakan

kau hadir itu sulit. Menemukan

kau itu butuh waktu tak singkat. Bagiku,

kau adalah satu. Nafas

yang tak pernah berhenti untuk hidup. Sebuah

puisi yang tak pernah mati.


Senin malam,
Desember 25, 2017

Meraba Senja

Aku meraba pada senja.
pada kuning yang lahir terakhir.
redup,
redup,
lalu tenggelam.

Aku mengecap pada sore.
pada pukul delapan belas lewat tujuh.
berdetak,
berdetik,
lalu berganti.

Aku hidup pada kau.
pada sesuatu yang ku sebut rumah.
teduh,
jatuh,
lalu menua.

Entah

Entah mana yang lebih dulu,
kematianku atau kehilanganmu.
aku tidak peduli,
aku hanya ingin menikmati detik yang berdetak.
menikmati hari esok dengan pesan singkatmu,
dengan nasi goreng dijam sebelas malam,
atau dengan sedikit pelukan hangat dihari yang gigil.

Entah mana yang lebih dulu
kematianku atau kehilanganmu.
aku tidak peduli.
pun kalau kau hilang, kau masih berkuasa penuh.
hati ini mempunyai pintu, kuncinya hanya satu, kini ada padamu.
singgahlah, tutup rapat pintunya, simpan kuncinya dalam sakumu.
jika kau tak nyaman, coba bertahan sebentar.
akan ku perbaiki yang rusak.

istirahatlah, menepilah.
tak perlu takut,
akan ku temani, sampai waktu singgahmu selesai.

Jakarta,
Selasa sore. July 11, 2017

Angin Desember

Aku hidup bersama puisi-puisi yang kuciptakan dengan tangan dan angan.
Bersama irama sendu dan malam kelabu.
Kepalaku ramai dengan kata-kata.
Mereka menggali lubang-lubang di otak kananku.
Berdiam dan menciptakan sarang sebelum lahir menjadi sebuah kalimat di buku harianku dengan tinta biru.

Namun, sudah lebih dari sewindu puisiku berdebu.
Kata berhenti menciptakan sarang, kepalaku sepi, puisiku halu.

Sampai pada tahun yang akhir, angin desember memberi salam.
Menghantarkan kau, tuan bermata teduh.
Bagaimana bisa kau beri nafas pada sesuatu yang mati?
Bagaimana bisa kau lebih hidup dari puisi?

Jakarta,
Selasa sore. Jul 11, 2017

Mata Seorang Lelaki

Ada telaga disebelah kanan matamu.
Tempat teduh saat sendu bertandang.
Juga dimata kirimu, ada rumah tempat ku pulang.

Sekali-kali aku tak mengerti mana yang lebih indah,
senja di minggu sore. atau,
mata yang terpasang sempurna di parasmu.

Puisi ku sekali-kali ia juga tak paham mengapa penulisnya menuliskan sajak tentang mata seorang lelaki sebrang.

Kepada Tuan

Tiap kali malam datang,
ku temui sebuah pejam.
aku melihat sepasang bola mata telanjang
lebih indah dari kembang gugur musim semi.

Kala pagi menyambut,
ku temui sebuah cahaya.
aku mendengar sebuah kata
lebih sejuk dari embun yang jatuh dari bibir daun.

ku sebut itu kau, tuan

Tuan, perkenalkan aku adalah hawa yang setia.
mencintaimu sepanjang usia tuhan.

Trauma

"You put a bad memories in my head and since then, i haven't trusted men"

-your daughter